Hariani, S.Pd.

NIK: 

NIP: 198506072019032008

NUPTK: 1939763663210022

Jenis Kelamin: Perempuan

Tempat Lahir: Balocci

Tanggal Lahir: 07 Juni 1985

Pendidikan: S-1

Jurusan: Pend.Bahasa dan Sastra Indonesia

Status: ASN

Jabatan:  Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Biografi:

Perjalanan Hidup Hariani

Hariani atau sapaan akrabnya Rany lahir pada tanggal 7 Juni 1985 di Balocci, Pangkep. Ia lahir dan besar di kampung. Saat itu rumahnya masih menggunakan lampu minyak tanah karena belum ada listrik dan hidup serba pas-pasan. Ayahnya bernama Syamsuddin seorang karyawan dan ibunya bernama Marawiah seorang ibu rumah tangga. Kedua orang tuanya hanyalah lulusan SD, bahkan ibunya sama sekali tidak dapat berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

Seperti kehidupan anak kampung pada umumnya, Rany menjalani hari-harinya di sawah, mandi di tepi sungai, memanjat pohon, menggembala sapi, mencari kayu bakar, mengambil air dan lain-lain, tentu disamping itu ia juga tetap sekolah. Selain itu, ia juga gemar mengaji, namun satu hal yang paling ia senangi adalah menggembala sapi sambil membaca buku. Jadi, setiap hari ia meminjam buku dari perpustakaan.
Jarak rumah Rany ke sekolah pun sekitar 30 menit. Ia berjalan kaki melewati hutan, sawah dan sungai. Bahkan, saat banjir melanda, mau tidak mau ia harus menyeberangi sungai dengan sebuah jembatan bambu. Nama sekolahnya adalah SD Negeri 4 Balocci Baru dan ia lulus pada tahun 1996.

Setelah tamat SD, ia melanjutkan ke pesantren modern tepatnya di MTs Geologi Perunggu selama 3 tahun. Nah, di sinilah ia mendapat pengalaman yang luar biasa. Ia belajar mengaji (tilawah) dan da’wah keliling masjid ketika bulan ramadhan, mulai mengenal komputer, marching band, Tae Kwon do, kegiatan Pramuka, grup qasidah rebana dan lain-lain.
Rany saat waktu muda pun telah membuktikan kecerdasannya. Terbukti, ia selalu mendapatkan peringkat pertama selama ia bersekolah. Bahkan, wanita yang sekarang berprofesi sebagai guru ini dulunya merupakan Ketua OSIS di MTs Geologi Perunggu tempat ia menimba ilmunya saat itu. Ia pun juga sering aktif berorganisasi layaknya pelajar pada umumnya. Rany pun lulus dan melanjutkan pendidikannya di SMU Semen Tonasa.
Setelah lulus dari SMU, ia kemudian mendaftar di UNHAS jurusan Bahasa inggris dan Komunikasi karena ia ingin menjadi penyiar radio. Tapi sayang, Rany harus menerima kenyataan bahwa ia tidak lulus saat itu. Akhirnya, ia mengikuti saran teman untuk kuliah keguruan walaupun saat itu ia tidak pernah bercita-cita menjadi seorang guru.
Rany pun mendaftar di UNISMUH Pangkep jurusan PGAI dan diterima di sana. Ia mengambil jurusan pendidikan keagamaan karena senang mengajar agama. Ia juga teringat kehidupannya waktu pesantren . Akhirnya, ia lulus D2 jurusan PGAI tahun 2006. Jenjang pendidikan dari SD hingga D2 ia lalui semua di Pangkep.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan S1 di Maros. Ia mengambil jurusan yang berbeda dengan suatu alasan yang mungkin klasik. “Ibu saya tidak bisa bercakap bahasa indonesia karena beliau tidak tamat SD. Saya ingin bisa membantu ibu saya, Saya tidak ingin melihat ibu saya ditertawakan atau barangkali dibodohi,” tuturnya. Perkuliahan S1 ini dilakoninya sambil mengabdi menjadi honorer.

Awal menjadi honorer tahun 2007, Rany pun langsung mengabdi di sebuah sekolah yayasan di Maros yaitu Al Muhajirin DDI Sakeang di kec. Tompobulu. Ia hanya digaji 50 ribu perbulan dan cair 3 bulan ke depan. Itu jauh dari kata cukup. Di samping ia harus berpisah dari orang tuanya dan tinggal menumpang bersama sepupunya, ia juga harus melanjutkan kuliahnya di Maros. Akhirnya mau tidak mau terpaksa ia masih membebani orang tuanya dan berusaha mencukup-cukupkan segala sesuatunya.
Tapi ia tidak menyerah begitu saja. Walaupun harus pulang malam karena sulitnya sarana transportasi ia tetap berusaha mengikuti seluruh proses perkuliahan. Sampai akhirnya, sesuatu yang dulunya didambakan menghampirinya. Ia berhasil mendapat beasiswa penyelesaian studi dari sekolah.

Tidak menunggu waktu yang cukup lama, akhirnya gaji yang dulunya hanya 50 ribu per 3 bulan sekarang bertambah menjadi 500 ribu per bulannya. Dan, ia juga dapat menyelesaikan pendidikan S1 nya pada tahun 2010.

Lalu, pada tahun 2011 ia kemudian bertemu dengan seorang lelaki di tempat mengajarnya kala itu. Mereka pun akhirnya saling berkenalan, dan lama kelamaan tumbuhlah benih-benih cinta di antara mereka berdua. Karena merasa cocok, akhirnya mereka berdua menuju ke jenjang pernikahan dan sah menjadi pasangan suami-istri.
Tidak sampai disitu saja, layaknya rezeki yang terus mengalir. Pada tahun 2012, ia lulus sertifikasi dan mendapatkan tunjangan sebesar 1,500,000 ribu. Kemudian, pada tahun 2015 ia juga lulus tes inpassing dan pendapatannya bertambah menjadi 2.500.000 per bulannya.
Namun, tidak lama setelah itu, tepatnya pada tahun 2018, terdengar kabar bahwa ayahanda tercinta telah dipanggil ke pangkuan Sang Maha Kuasa. Itu merupakan kabar yang sangat sedih bagi Rany. Namun, ia berusaha tegar dan meyakini bahwa semua itu sudah diatur oleh yang Kuasa. Walaupun sangat sulit untuk menghadapi cobaan ini, Rany juga menyadari bahwa ia mempunyai tanggung jawab yang lain. Sehingga ia pun harus merelakan kepergian ayahnya untuk selama-lamanya.
Setelah kejadian itu, Rany pun segera kembali ke kegiatan sehari-harinya, yakni menjadi guru. Ia pun merasa bangga dengan pekerjaannya sebagai seorang guru. “Merupakan kebanggan yang tidak terkira ketika melihat anak-anak didik kita sukses,” jelasnya.

Seperti kata pepatah yang menjadi nyata “Proses tidak akan mengkhianati hasil,” setelah 12 tahun ia mengabdi menjadi guru, akhirnya ia berhasil terangkat menjadi PNS melalui jalur umum tepatnya pada tahun 2019 dan di tempatkan di MAN 3 Makassar. Selama kurun waktu 12 tahun itu, ia pernah mengajar di jenjang SD-SMP-SMA dengan mata pelajaran campuran, yaitu Alquran Hadits, Fiqhi, BTQ, Mulok, Biologi, dan Bahasa Inggris. Sedangkan, Bahasa Indonesia ia baru ajarkan setelah menyelesaikan pendidikannya di Maros.
“Saya bersyukur untuk semua yang sudah saya dapatkan hingga kini. Walaupun saya sudah menjadi anak yatim, namun saya juga sudah dikaruniai tiga buah hati hingga keluarga pun rasanya lengkap. Semua yang saya dapatkan saat ini adalah karena doa orang tua yang tidak pernah lepas dan adanya seorang suami yang selalu mendukung. Jadi, apapun yang ingin kita dapatkan in syaa Allah bisa kita raih jika kita selalu berusaha dengan sungguh- sungguh, berbakti kepada orang tua dan selalu menjadikan Allah sebagai nomor satu,” terangnya.